NUZULUL QUR’AN
Surga adalah 6666 ayat kebenaran
Firman bersayap cinta yang lahir
dari Rahim Nur Muhammad
Gua Garba Kalam Suci yang
menetaskan 114 surat-surat cinta
Karunia Semesta, 30 Juz
Keindahan yang tak pernah
memejamkan mata, pantang
tertidur walau kantuk kata-kata
memeluk sekujur bumi
Surga adalah Madah Ilahi yang
diwahyukan kepada Sang Nabi dan
dijagaNya dengan tadarus jutaan
malaikat sepanjang hari sepanjang
malam oleh manusia yang terpilih
sebagai KekasihNya
Surga dicipta melalui Kitab Suci,
petunjuk bagi tiap-tiap jiwa yang
takwa, manusia muttaqin yang
tiap helai nafasnya menghidupkan
iman, yang Mata Ketakwaannya
meyakini rahasia gaib
Malam ini, tanggal 17 Ramadlan,
kusenyawakan cinta sejati di
Jabal Nur, tumpukan batu beratap
Seribu Bulan dalam kerajaan
Gua Hira, menyaksikan gugusan
kilau cahaya menembus jantung
Muhammad Sang Nabi
Sesudah Nabi Musa menerima 10
Perintah di Bukit Tursina
Lalu menyampaikan Kitab Taurat
kepada Bani Israil
Sesudah Nabi Daud diamanahi Zabur
Kitab Keindahan menggetarkan jiwa umatnya
Sesudah Nabi Isa menggendong Injil
Lalu membagi kasih-sayangNya
kepada para gembala
Puncaknya adalah Al-Qur’an al-Karim
yang menyatukan Firman Ilahi
dan menyempurnakannya
sebagai petunjuk dan pembeda
Sesudah jahiliyyah
Terbitlah tilawah
Sesudah kegelapan
Terbitlah pencerahan
Semesta bertakbir
Semesta berdzikir
Sunyi-senyap menempa akal-pikiranku
Iqra’!
Suara Jibril menembus ubun-ubunku
Kubaca dengan sempurna 6666 puisi
yang memukau nurani
di kedalaman rahasia hati manusia
Kubaca 114 surat-surat dari langit
yang melayang dengan damai
lalu rebah di haribaan bumi,
yang membuat permata meleleh
demi mengucapkan cintaNya,
menjadikan zamrud dan rubi
mengucap janji, menyambut
dengan mesra kehadiran Kalam Ilahi
Dengan menyebut Maha Dzat yang dahsyat,
kukepakkan sayap-sayap bayani ke langit tinggi,
lalu kukupas lapis-lapis langit itu
dengan sangkur burhani,
hingga tinggal menyisakan inti irfani
di atom ayat-ayat Ilahi
Kalbuku lumer oleh Maha Cahaya
Cahaya di atas Cahaya
Cahaya di Aras Cahaya
Biji dan buah
Sperma dan nutfah
Berhulu pada Cinta
Bermuara dalam Puisi
Akar dan kayu
Zikir dan rindu
Meleburkan kulit dan isi
Menyaturasa dengan daging dan darah
30 Juz Keindahan
30 Juz Kebenaran
30 Juz Kesempurnaan
Surga kusalami
Rasulullah kushalawati
Kucium tanganMu
Dicatat dengan tinta azali di Lauhul Mahfudz
Sidik-jari semesta takdirku
Qobiltu
Kuterima Mahar Kemesraan ini
Qur’an yang turun ke bumi
Tepat di Bulan Suci
Gus Nas Jogja, 17 Ramadlan 1444 Hijrah
SULUK MANINJAU
Kepada Buya Hamka
Kuziarahi labirin rindu
Tangis bayi yang pecah di tengah danau
Dalam pasang-surut doa ninik-mamak
Diamini para Datuk dan Bundo Kanduang sepanjang subuh
Engkau lahir terbungkus rindu
Di pangkuan zikir
Berbalut madah di lingkar kepala
Berkalung tahmid yang dirajut oleh Kerapatan Adat Nagari
Bunga Danau Maninjau
Bermekaran senyum teratai
Mengabarkan pada subuh
Telah lahir bayi yang tangguh
Hamba Sang Raja
Abdul Malik yang dikasihi atas perintahNya
Tuhanku
Kauutus ia untuk mengasah pena
Menulis birunya langit
Lengkung senja dalam seloka
Lalu tumbuh buah-buah ranum dari tangan para ibu
Uni dan Uda yang bermekaran di Minangkabau
Kau hadir dengan kabar gembira
Aku terpukau dan memeluknya
Sepayung di bawah gerimis
Sekapal di pelayaran
Nikmat dan syukur bersimbah dalam doa
Dengan sepucuk pena
Kautulis sebutir debu dalam
deburan rahmat bermilyar pasir pantai
Kubaca dan terus kubaca suluk sunyimu, Buya
Semula memang acapkali kulupa
Sulaman ilmu dalam setiap lembar tutur-kata
Setumpuk hikmah
Dalam berjilid-jilid buku di perpustakaan rindu
Tapi sesudah kautusuk di dada sebelah kiri
Jantungku membuncah
Detak nadi dan cucuran darahku
seakan pasti mengucap sumpah
Kusulam salammu, Buya
Dalam bait-bait tadarus puisi
Selingkar tasbih kukalungkan
dalam luka-luka leherku
Tiba-tiba kudengar suara adzan subuh dari dasar danau
Panggilan iman yang pecah di rongga dada
Aku tahu itu suaramu
Suara paling merdu dari arah Surau
Di rindu selanjutnya
Kuziarahi kelok-kelok keindahan
Alam bakambang berbuah zikir
Tiham bakambang mengukir pikiranku
Satu persatu biji kecintaan itu tumbuh
Tak cuma di Tanah Maninjau
Mekar bersemi mawar cinta
Kaucatat dengan wangi melati
Di pelayaran abadi
Telah tenggelam Kapal _Van der Wijck_
Tapi hijrahmu telah begitu jauh, Buya
Di Bawah Lindungan Ka’bah
Pemuda Minang itu pasrah berserah
Sesudah itu badai menghempas
Tapi nafasmu terus berhembus
Sebab rindu tak mungkin dipangkas
Sebab cinta pantang ditebas
Semua itu telah terkubur di masa lalu, Buya
Tapi sejarah sudah menyiramnya dengan darah
Membersamai senja
Suara istighfarmu kian bergetar
Dan di Mihrab Masjid Al-Azhar
Berjuta jemaah pun bertakbir
Terus mengalir zikir dan doa tiada akhir
Gus Nas Jogja, 10 April 2023
SELIKURAN
Menjadi Jawa adalah jawabanku
Berjanji tidak jumawa
Hidup sederhana menjawab jiwaku
Kusebut tirakat
Sejatinya laku tarekat
Menempa iman dengan puasa
Mempusakai hidup dengan laku dan takwa
Jawa yang kujalani adalah jalan puasa
Merawat rasa
Meruwat risau
Meriwayatkan tarikh leluhur agar
hidup tak ngawur
Kusebut mutih agar noktah tiada
Kusebut ngebleng agar hidup hilang spaneng
Kusebut pati geni agar nafsu padam di dalam diri
Di Pertapaan Agung Bulan Ramadlan
Kusucikan jiwa yang kumuh dan nestapa
Tadarus Kalam Suci menggerus
arus rakus dalam nafsuku
Menuju arus balik
Kenyang dan lapar kembali mudik
Dengan ilmu dan laku
Aku berguru pada Sang Maha Waktu
Kucari malam-malam ganjil dalam iktikafku
Berburu Lailatul Qadar
Kenduri keberkahan
Berharap Rahman dan RahimMu
Gus Nas Jogja, 11 April 2023
IKTIKAF
Sebilah rindu
Setajam kalbu
Membelah taubatku
Sebilah kata
Setajam puisi
Menebas dosa
Sebilah mantra
Setajam doa
Senarai makna
Tuhanku
Di bibir Jibril
Kutitipkan salamku
Pada semesta
Dalam iktikafku
Bahasa tak sanggup jadi perantara
Kata-kata karam di dasar samudera
Hanya puisi yang sanggup kuamanati
Menghidangkan secawan cinta
Gus Nas Jogja, 15 April 2023
GURINDAM RAMADHAN
Beribu tabik kutitipkan pada
bait-bait rindu di ujung Ramadlan,
kutulis dalam gurindamku
Kukembalikan seluruh kata
yang pernah kukhianati pada
muasalnya, pada tabularasa
sebelum Ibu melahirkanku
Malam-malam Kudus yang
kusembunyikan dalam sunyi puisi
Telah menguras gairahku pada
fana dunia, pada goda dan dosa
yang menyelimuti nafas nafsuku
Ramadlan melesat kilat di ujung
anak-anak panah taubatku,
mengantarkan rakaat tarawih dan
sujud tahajud pada langit witirku
Berkaca-kaca bola mataku
membaca jejak jelaga dalam sajakku
Surga yang berkali-kali kulukai
Kalam Ilahi yang kulalaikan dalam hidupku
Kusimak kembali derai tadarus di relung kalbu
Tilawah yang terbata-bata
Menuliskan kata demi kata risalah jahiliyyahku
Akankah puasaku akan tiba pada peluk hangat rahmatMu?
Tuhanku
Aku gagal menggali kuburku
Zikirku bercampur nyinyir
Aku gelisah menggenggam erat
penaMu dalam jemari rindu
Akankah Gurindam Ramadlan
ini sampai hingga bait terakhir di
bulan maduku?
Gus Nas Jogja, 15 April 2023
MUNAJAT MALAM KE DUAPULUH TUJUH
Dengan menyeru pada Sang Maha Rindu
Malam ini kusucikan jiwaku
Jalan berliku ke langit biru
Tak ada buruk sangka yang kujadikan rambu
Kebaktian yang kujalani
Semata untuk meneguhkan syahadatku
Dalam sinar ayat-ayat Al-Qadar
Mata kalbuku menatapMu
Perjamuan terakhir
Kausuguhkan cawan suci Al-Maidah
Dalam Tempayan AgungMu
Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu
Mataku membaca
Mataku menyaksikan
Mataku berkaca-kaca
Mata kalbuku bersaksi
Kebenaran itu telah menghunjam
di sanubariku
Bersimbah tahmid
Dalam sajadah mahabbah
Kusujudkan kening kerinduanku
Merengkuh syukur semesta
Gus Nas Jogja, 17 April 2023
RAJAH RINDU MALAM PENGANTIN
Diakadkan oleh tekad
Kupinang Engkau Tuhan, dengan
Mahar Semoga
Tak ada palang-pintu yang bisa
menghalangi kepulanganku
padaMu
Menjinakkan Engkau
Kulangitkan Mantra Semoga
Aku semakin yakin dengan cintaku
Mustahil salah mencintaiMu
Di malam ke sembilan
Dalam kamar bulan suci ini
Aku dan Kau berbulan madu
Aku Arab bila ‘Ain
Aku Ahmad bila Mim
Aku Jawa tanpa jiwa jumawa
Rajah-rajah itu kulukis di kafan tangis
Tolak-balak penjinak onak
Perisai hati penolak duri
Tuhanku
Dalam lingkaran waktu
Telah kubulatkan rinduku
Kasih tulus ini telah kuikhlaskan
Bersujud menghadap kiblatMu
Gus Nas Jogja, 18 April 2023
Riwayat Penyair
H.M. NASRUDDIN ANSHORIY CH. atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, H.B. Jassin, Mochtar Lubis, W.S. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dan lainnya.
Tahun 1987 menjadi Pembicara di Forum Puisi Indonesia di TIM dan Pembicara di Third’s South East Asian Writers Conference di National University of Singapore. Tahun 1991 puisinya berjudul Midnight Man terpilih sebagai puisi terbaik dalam New Voice of Asia dan dimuat di Majalah Solidarity, Philippines. Tahun 1995 meraih penghargaan sebagai penulis puisi terbaik versi pemirsa dalam rangka 50 Tahun Indonesia Merdeka yang diselenggarakan oleh ANTV dan Harian Republika.
Menulis sejumlah buku, antara lain berjudul Berjuang dari Pinggir (LP3ES Jakarta), Kearifan Lingkungan Budaya Jawa (Obor Indonesia), Strategi Kebudayaan (Unibraw Press Malang), Bangsa Gagal (LKiS). Pernah menjadi peneliti sosial-budaya di LP3ES, P3M, dan peneliti lepas di LIPI; menjadi konsultan manajemen; menjadi Produser sejumlah film bersama Deddy Mizwar. Tahun 2008 menggagas dan mendeklarasikan berdirinya Desa Kebangsaan di kawasan Pegunungan Sewu bersama sejumlah tokoh nasional. Tahun 2013 menjadi Pembicara Kunci pada World Culture Forum yang diselenggarakan Kemendikbud dan UNESCO di Bali.