Sabda
awal dan akhir adalah kata.
kita tercipta oleh sabda.
aku pun adam dan engkau pun hawa.
kita daki bersama bukit kasih sayang.
di tengah keluasan padang.
kita jejaki bersama jalanan cinta.
di tengah keluasan semesta.
kita pun diam.
tapi beribu kata
berloncatan.
semua minta dituliskan.
engkau pun tersenyum ketika sebuah kata
memisahkan kita.
tiba-tiba aku pun habis kata.
ketika lengangmu jauh ke tepian cakrawala.
tanpa kata. tapi penuh makna.
yang tersisa cuma harum kamboja.
Aku Pun Tidak
Sendiri
ceruk malam datang.
kauketuk pintu kelam
dengan senandung batimang.
kauretas garis batas tidur dan jaga.
dengan belaian selembut sutra.
lalu pendar cahaya.
merambati dinding-dinding ruang.
lalu aroma kenanga.
terasa segar memenuhi rongga.
jiwa bersatu dengan jiwa.
di gapura pagi engkau pergi.
segenggam melati tertabur
di ranjang sunyi.
satu demi satu aku punguti.
aku untai jadi sebiji puisi.
aku pun tidak sendiri.
Serat-serat
Waktu
rindu dan sunyi. adalah biaya yang
harus kutanggung. sendiri.
kini buat menyusulmu. melintas batas.
ke balik kelam. menyongsong cahaya.
bukit-bukit pualam. lewat lorong-lorong
puisi.
remang bulan di genggam tanganmu.
suara-suara abadi. seakan takhenti-henti.
menyuku. kautenun serat-serat waktu.
untukku. hanya untukku, istriku.
Tangkai
yang Terus Bergumam
kaubuka gapura pagi. dengan senyum puisi.
aku dengar kepak dan cericit burung-burung
surga.
ah, kenangan. alangkah menyakitkan.
jika tersentuh tangan.
kepada siapa lagi kangen ini
kuterjemahkan, istriku.
“kepada bungsu dan cucu-cucu, sayangku,”
bidikmu lirih. bersama angin.
bersama daun yang bertahan. bersama
dingin. bersama tangkai yang terus bergumam.
Huruf-huruf
Merumuskan Kata
kita pun sungai mengalir.
menghanyut diri ke muara akhir.
kita biarkan huruf-huruf merumuskan kata.
kita biarkan kata-kata menulis sejarah.
tentang kita. pergulatan yang takpernah
menyerah.
ada aura perenial. terasa dalam dada.
lalu bebukit terjal. melodi seruling
gembala. berpasang-pasang burung. melintas cahaya.
di remang angin. dingin cuaca.
lalu kawanan anjing. tebaran bukit batu.
lalu perdu. lumut pohonan musim kelabu.
adalah ladang dan kebun perdana.
moyang kita. taman adam dan hawa.
Ayat-ayat
Usia
masih ada setetes tinta.
buat mencatat sisa-sisa hari.
ayat-ayat usia dalam puisi.
bait-bait hidup yang sarat cinta.
aku pun tahu.
engkau takpernah pergi beranjak.
sejak bersekutu dengan waktu.
takada lagi jarak. antara jiwamu dan jiwaku.
serupa kisah-kisah yang tertulis dalam
babad.
kita takpernah kuasa melawan kata-kata
kodrat.
ketika kereta menjemputmu dan siap untuk
berangkat.
aku pun lena dalam keratan sunyi.
puisi pun seakan abadi.
ingin rasanya segera singgah
di beranda rumahmu yang baru.
ingin rasanya engkau segera menjemputku.
diri dalam gegas. tapi dingin belum
jua meratakan jalan. kaudekap aku
dalam penantian panjang.
Stasiun
Tugu
kereta melintas.
tapi bukan yang aku nanti dalam gegas.
cuma kelebat bayang. meruang.
di bawah lampu-lampu neon sepanjang peron.
lambai tanganmu segera kugapai.
biar diri taklagi terlerai. jiwa yang
sendiri.
taklagi mampu menjembatani jarak dua
dunia.
yang taksama. tapi aroma cintamu.
tetap saja kenanga mekar di sudut-sudut
dada.
Buruh
Harian
semesta. semua atas nama cinta.
sepanjang engkau dan aku adalah manusia.
di pematang senja. ada jiwa kehilangan
jiwa.
dua pasang mata saling bersitatap.
walau
sejenak.
merajut kembali hari-hari meranjak.
sebelum namamu mendapat giliran.
dipanggil keluar dari antrean.
aku pun cuma buruh harian.
menunggu hari sabtu tiba.
menunggu giliran dipanggil sang majikan.
menerima amplop penuh catatan.
(istriku, gambar-gambar kampanye
itu mengingatkanku padamu).
Nasib Kita
gamelan sudah talu, cintaku.
di sudut pandhapa tejakusuma
kita duduk berdampingan. marikelu.
kenapa musti babar layar dan
srikaton yang digelar, cintaku.
antara simpingan kiri dan kanan.
gunungan di tengahnya. tegak,
miring ke kiri, atau ke kanan.
ksatria, dewa, raksasa.
juga panakawan dan juragan.
gedibal dan para penjagal.
satwa dan fauna melata.
nasib kita pun ada di tangan ki dalang.
anak-anak dan cucu-cucu kita.
lakon sudah disiapkan dan ditulis.
kita pun boneka wayang yang
mencipta bayang-bayang.
menjadi apa pun dan siapa pun.
siap dibabar di layar. di bawah
blencong berpendar-pendar.
tanpa cadar.
Album, 2
ada mega patah-patah.
mengapung di atas laut merah.
matahari hampir susut.
gerah dan gelisah pun larut.
dalam asin ombak perziarahan.
kita eratkan genggam tangan.
ketika rongga-rongga dada
sarat kumandang doa.
sampai jua kita di sini.
di tepian laut, di tepian hati
yang takpernah susut.
sehabis mendaki bebukit batu.
bukit kasih sayang nenek moyang.
tepat di tengah padang.
lalu perjalanan panjang.
sebelum kita pulang.
bersekutu dengan waktu.
(tapi kenapa engkau berlalu
lebih dahulu. tidak engkau
dengarkan ada jiwa mengaduh.
ditingkah angin usia yang rapuh?
ingin kudaki kembali bukit batu itu.
walau cuma sendiri. kini.
walau sebatas baris-baris puisi).
Tentang
Penulis
SUMINTO A. SAYUTI lahir di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, 26 Oktober 1956. Pada dekade 1970-an saat tergabung dengan komunitas Persada Studi Klub Yogyakarta, namanya tidak pernah absen dalam forum-forum
diskusi sastra maupun pementasan-pementasan puisi dan teater. Di kalangan
seniman Yogyakarta, Suminto dikenal sebagai pemuda “bengal” yang tidak pernah
puas dengan ilmu yang didapat. Proses kreatifnya dimulai dari kegemarannya
membaca dan menulis sejak kecil. Semakin tersihir oleh dunia sastra sejak masuk
Yogyakarta sekitar 1974. Sejak bergabung dengan komunitas Malioboro, mulailah
ia “menancapkan kukunya” di dunia
sastra. Penulis yang Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta
(UNY) ini, juga menggeluti seni karawitan dan
menggagas serta pengurus Masyarakat Karawitan Jawa. Ratusan karya lahir
darinya, baik berupa makalah, diktat, buku, kumpulan puisi, cerpen, esai
sastra, dan sebagainya.
Daftar ini hanya
memuat sebagian karya Suminto A. Sayuti :
- Kumpulan
Sajak Malam Tamansari - Resepsi
Sastra - Intertekstualitas:
Pemandu Pengkajian Sastra - Ensiklopedia
Sastra Indonesia - Evaluasi
Teks Sastra (2000, terjemahan The Evaluation of Literary Texts karya Rien T. Segers) - Semerbak
Sajak
(2000) - Berkenalan
dengan Prosa Fiksi (2000) - Berkenalan
dengan Puisi (2002)
Penghargaan
:
- Kedaulatan Rakyat Award,
Bidang Kebudayaan (2005) - Anugerah Sastra Yayasan Sastra
Yogyakarta (2014)