Karya Suci Wulandari ini berukuran 768×1024 DPI, dibuat secara digital
dengan aplikasi Ibis Paint. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pembuatan
lukisan digital menjadi salah satu alternatif menekan biaya bagi seniman.
Selain kemudahan pemilihan warna yang telah disediakan aplikasi, bagi seniman
pemula, apalagi seorang mahasiswa seperti Suci, tentunya aplikasi sejenis ini
memberi kontribusi yang cukup besar. Namun, selain daripada kemudahan yang
ditawarkan aplikasi tersebut, tidak kemudian saya mengatakan aplikasi sejenis
ini tidak memiliki kekurangan. Bagi Suci, dan saya sepakat, bahwa kanvas dan
cat membuat ekspresi seniman lebih aktif dan terdapat eksplorasi kreativitas
yang bekerja lebih dalam.
Selanjutnya, mari kita periksa. Suci wulandari di dalam karyanya
melukiskan gambaran perempuan yang sedang menangis. Mengapa saya mengatakan
demikian? Dilihat dari lekuk wajah dan garis yang mendasarinya, terlihat
feminin sekali. Namun, mengapa Suci Wulandari justru meletakkan lekukan
berwarna merah sebagai air mata? Atau justru itu bukan air mata? Ketika
melihatnya sebagai konotasi warna merah, mungkinkah itu sebuah darah? Baik,
mari kita tinggalkan ini lebih dulu.
Di dalam karyanya, Suci meletakkan kata “Terlambat.” Sebagai sebuah
simbol, kata ini berperan penting. Terlepas dari keterlambatan seperti apa yang
Suci maksudkan, biarlah menjadi rahasia dari karya ini. Selain itu, saya
mempersilahkan pembaca memberi interpretasinya terhadap pemaknaan tersebut.
Jika kita melihat esensi dari lukisan ini dengan perspektif kata
“Terlambat,” maka konotasi darah yang sebelumnya dipertanyakan mendapat
validasinya. Terlambat diidentifikasi dari sesuatu yang terlewat, kita lewatkan,
penyesalan, dan hal-hal yang berkaitan dengan kedudukan waktu. Melihat lukisan
tersebut mengacu kepada emosi kesedihan, maka “Terlambat” dalam hal ini dapat
diletakkan sebagai perspektif yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak dapat
diulang atau diperbaiki.
Warna merah yang dimaknai sebagai air mata di sini didudukan suci
sebagai simbol penyesalan, mengapa saya mengamatinya demikian? Sebab kedudukan
“Menangis darah” pada dasarnya menceritakan hal-hal yang tidak lagi dapat
diupayakan, atau bisa juga dikaitkan dengan pengorbanan yang dalam. Emosi yang
diberikan Suci pada karya ini meletakkan dirinya pada hal-hal yang tidak dapat
diupayakan, diulang, dapat juga berkaitan dengan sebuah keinginan.
(Efen
Nurfiana)
Riwayat Pelukis
Wulandari. Ia lahir di Banyumas, tepatnya pada 23 Mei
2000. Menyukai kucing dan bangunan-bangunan masa lampau. Saat ini, ia tengah
menempuh pendidikan S-1 dengan mengambil jurusan Pendidikan Islam Anak Usia
Dini di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Kesibukan lainnya antara
lain tergabung dalam komunitas Rumah Kreatif Wadas Kelir.