Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi – Puisi H.M. Nasruddin Anshoriy Ch.

Admin by Admin
2 Juli 2024
0
Puisi – Puisi H.M. Nasruddin Anshoriy Ch.
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

 


SULUK SULTAN AGUNG

Kautukar dendam itu dengan lima benggol luka lebam serdadu Belanda

Batavia bersaksi dalam kebisuan dan kebisingan 

Ciliwung menjelma sungai bangkai

Dari Kraton Kerto tanganmu mengepal ke langit

Keris dhapur Naga Kemayan luk lima di tangan kanan 

Dan tombak Korowelang bertahta emas di tangan kiri 

Kauikat tekadmu di Bukit Permoni

Malam Satu Suro hingga Rabu Pungkasan di Bulan Sapar

Suluk Sultan Agung tirakat merajah langit

Di tepi Tempuran sungai Opak dan titik-temu kali Gadjah Wong 

Kau arahkan anak panahmu tepat ke jantung Jan Pieterszoon Coen

Mukti atawa mati!

Mati atawa mukti!

Begitulah hujan deras berwarna merah mengguyur bumi Batavia

Meninggalkan jejak mantra dalam darah-dagingku

Gus Nas Jogja, 1 Muharram 1445 Hijriah

MUNAJAT HIJRAH

Bismillah Nawaitu Lillah

Air mata hijrah tumpah di bait pertama puisi 

Bulan Muharram membuka cadar kesadaranku 

Menyesali dosa yang malang-melintang di jalan raya usiaku

Bergegas berselancar di situs-situs tasbih 

Membedah fitur istighfar

Kubangun dermaga rindu untuk melabuhkan hijrahku

Hasbuna-Allah Wani’mal Wakil menjerit di dada kananku

Pertapaan jantung dan paru-paru

Melabrak kata-kata yang senantiasa menepuk dada penuh jumawa 

Dalam tiap helai nafasku

Doaku meledak 

Di cakrawala 

Langit biru tanpa pintu 

Mengiringi badai tangis dan banjir-bandang air mataku

Munajat hijrah menyeru 

Mencahayai mihrab tafakurku

Meninggalkan jejak pendosa 

Jiwa jahiliyah dalam usiaku yang sia-sia

Munajat hijrah memekik di telinga agar aku waspada dan siap-siaga mengucap selamat tinggal kefakiran dan kekafiran yang bersemayam di rongga dada

Munajat hijrah menyalakan alarm sebagai penanda bahwa virus malware sedang merayakan pesta dan kiamat kemanusiaan sudah tiba di depan mata

Suluk Muharram kusenandungkan di bibir legam

Jiwa yang kelu beringsut-ingsut dalam lorong berliku labirin waktu

Masihkah aku bersenggama dengan fatamorgana?

Bersenda gurau di kegelapan dan melalaikan cerah cahaya?

Menapaki limbo sejarah ini kupeluk mesra syahadat cinta

Dengan bahasa naif dan diksi tanpa aroma

Hijrahku merekam kata demi tergapainya cita-cita bagi terwujudnya keluhuran akal-budi bangsa

Hijrahku merekam pikir demi tegaknya daulat nalar putra-putri Ibu Pertiwi 

Hijrahku merekam jejak hingga jauh di seberang maut sana

Bertahun-tahun berbuat zalim

Berkubang kemunafikan dan melecehkan sesama anak-anak bangsa

Kini saatnya kuhijrahkan kata-kata, pikiran dan tindakanku

Hijrahku bersumpah untuk tak menggadaikan Ketuhanan yang Maha Esa

Menjajakan agama dalam lapak politik untuk berebut kuasa

Hijrahku memerdekakan manusia

Tegak-lurus berjihad mewujudkan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Hijrahku merawat nurani dan kata-kata demi kokohnya Persatuan Indonesia

Hijrahku memastikan bahwa kerakyatan menggapai marwahnya dalam hikmah kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan

Hijrahku mengawal martabat Ibu Pertiwi dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia 

Bergelantungan di selendang Nabi Muhammad

Kutitipkan salamku dalam tempayan kedamaian

Kuhijrahkan jiwaku dari comberan dosa dan kepalsuan

Kuhijrahkan kalbuku dari lumpur takabur dan ketamakan

Kuhijrahkan puisi-puisiku dari penjara makna dan kedegilan hati merasa paling sempurna 

La Tahzan!

Kutikam ketakutan dengan sujud sembahyang

Kulunasi hutang-hutang ketakwaan dengan silaturrahmi dan rendah hati

Gus Nas Jogja, 1 Muharram 1445 Hijriah


TITIK NOL HIJRAH

Merindukan Sang Maha Cinta 

Jejak kaki Muhammad kuhadirkan sebagai prasasti

Di Titik Nol Hijrah kutetaskan telur emas dari sangkar nalarku

Jejak langkah diiringi doa

Langit kelabu digulung menjadi masa lalu

Tak ada karpet merah bagi sang penggembala 

Tapi akar rumput yang dirawat dan terus dipelihara agar lestari hijau-suburnya

Kemanusiaan tak boleh beku

Kejumudan harus dipecah

Hati nurani tak pantas dipecundangi

Matahari Pembaruan telah lama terbit di Bumi Madinah

Firman Tuhan sudah melanglang langit dan bumi

Cahaya cinta terus menyala di mana-mana

Di Titik Nol Hijrah

Abad Jahiliyah telah kukubur dalam-dalam

Jelajah kegelapan telah menjadi abu 

Sang penggembala telah memetik saripati cahaya

Hijrahku adalah pangkal api revolusi

Menyalakan kembali marwah kemanusiaan

Bara kehidupan demi tegaknya peradaban

Gus Nas Jogja, 18 Juli 2023

FAJAR PERTAMA TAHUN BARU HIJRAH

Kuucapkan salam pada terbit matahari di pagi pertama tahun baru hijrah dengan memetik doa dalam setangkai puisi

Sembari menghirup udara pagi dan berkaca di bening embun, kubaca kembali jejak sejarahku dalam kitab-kitab tua di perpustakaan rindu

Mawar dan duri ternyata tak hanya sebatas kias, juga bukan soal melati yang kehabisan wangi

Kubuka jendela jiwa

Kulukis ilham kenabian yang memanjakan pandangan makrifatku

Pada kafan putih yang kujadikan kanfas

Kuhijrahkan kegelapan jahiliyah dalam comberan kemunafikan masa lalu menuju terang-benderang yang terangkai pada tenun cahaya di sujud sembahyangku

Kusapa langit biru

Kusalami awan kelabu

Kuselami telaga zikir di bening imanku

Sudah hijrahkah aku?

Dengan maskawin cinta

Kumaharkan kemesraan ini dalam kaligrafi puisi

Untukmu yang setia menjaga kesucian hati

Penyair bahagia yang rela merawat kata dari nafsu dan angkara murka


Gus Nas Jogja, 19 Juli 2023


MATAHARI HIJRAH

Kesusilaan itu sunyi

Kepongahan itu rimba belantara

Aku mendayung suara hati

Membelah gugusan batu karang

Akan kemana kuhijrahkan jejak jahiliyah ini

Saat arah kiblat sudah dibengkokkan oleh nafsu?

Bercocok-tanam di ladang akal-budi

Kugali-gali kebajikan dengan cangkul iman dan ilmu

Agar kekudusan bersemi

Agar kasih merimbun merindang di sepanjang jalan kemanusiaan

Hijrah itu indah

Saat puisi mewartakan suara surga

Hijrah itu bahagia

Manakala kasih sayang mengalahkan syak wasangka

Tak ada yang lebih indah dan bahagia

Tatkala hidup menjadi sebenar-benar manusia

Gus Nas Jogja, 19 Juli 2023


PRASASTI 1 SURO

Di Petirtaan Jalatunda kujamasi jimatku

Zaman Edan dan Gelombang Gelap Kalabendhu mengepung Tanah Air

Memuntahkan erupsi karma dalam semadiku

Sesudah Nogososro dan Sabuk Inten kurendam di air kelapa

Pusaka Kyai Kanjeng Kopek dan Tombak Kyai Plered

Menjadi saksi bisu tajamnya sembilu

Keris Kolomunyeng kuhadirkan dalam kepulan asap dupa 

Menjadi pengantin berkalung bunga melati yang dimahari para empu

Tegak-lurus tombak Karno Tanding kugenggam erat di tangan kananku

Mata malaikat menatap tajam angkara murka di tanah pusaka Jawadwipa 

Bumi suci berpagar gaib penuh digdaya Tanah Airku

Dengan Mahkota Ajisaka kutunaikan tugasku

Amanah para leluhur para pemburu

Cucuk lampah Ha-Na-Ca-Ra-Ka membelah sejarah Mantra Gula Kelapa dalam babad masa lalu

Kupatahkan tanduk gaib Dewata Cengkar 

Lalu kubenamkan kepala raksasa sakti itu ke dalam lumpur Bleduk Kuwu

Dalam tempaan doa Syekh Subakir dan istighfar Eyang Semar di puncak Gunung Tidar

Kuasah sangkur tafakurku dengan puasa bisu

Janji jiwaku menjaga Jawa sekejap mendidih

Merawat makrifat di langit Mahameru menjadi muasal api puisiku

Sebilah sumpah! 

Mahapatih Gadjah Mada berseru

Membelah batu karang keraguanku

Bhinneka Tunggal Ika

Tan Hana Dharma Mangrwa 

Kusebut dalam Sumpah Palapa itu

Kutancapkan di batu karang kesaksianku

Bangsa yang bertubi-tubi dirundung kesakitan

Negeri yang berulangkali dikhianati

Tak akan rebah walau dihantam fitnah ribuan kali 

Sebelum Guna Dharma moksa di Pertapaan Waktu

Telah kusingkap jejak gaib di puncak Menoreh

Menebas luka di ujung stupa

Aras Arupadhatu di puncak Borobudur yang megah itu

Satu Suro kukeramasi dengan harum dupa

Prasasti perang suci mengalahkan rasa congkak dalam diriku sendiri

Sayup-sayup kudengar suara gong berkumandang di Alas Purwo

Gemuruh tembang Megatruh mengitari bumi

Pertanda apa ini?

Gatra-gatra kehilangan guru

Guru laku dan Guru Wilangan saling berseteru

Macapat kiamat meruwat rindu pada puisiku

Gus Nas Jogja, 1 Muharram 1445 Hijrah


Riwayat Penyair

H.M. NASRUDDIN ANSHORIY CH. atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, H.B. Jassin, Mochtar Lubis, W.S. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dan lainnya.

Tahun 1987 menjadi Pembicara di Forum Puisi Indonesia di TIM dan Pembicara di Third’s South East Asian Writers Conference di National University of Singapore. Tahun 1991 puisinya berjudul Midnight Man terpilih sebagai puisi terbaik dalam New Voice of Asia dan dimuat di Majalah Solidarity, Philippines. Tahun 1995 meraih penghargaan sebagai penulis puisi terbaik versi pemirsa dalam rangka 50 Tahun Indonesia Merdeka yang diselenggarakan oleh ANTV dan Harian Republika.

Menulis sejumlah buku, antara lain berjudul Berjuang dari Pinggir (LP3ES Jakarta), Kearifan Lingkungan Budaya Jawa (Obor Indonesia), Strategi Kebudayaan (Unibraw Press Malang), Bangsa Gagal (LKiS). Pernah menjadi peneliti sosial-budaya di LP3ES, P3M, dan peneliti lepas di LIPI; menjadi konsultan manajemen; menjadi Produser sejumlah film bersama Deddy Mizwar. Tahun 2008 menggagas dan mendeklarasikan berdirinya Desa Kebangsaan di kawasan Pegunungan Sewu bersama sejumlah tokoh nasional. Tahun 2013 menjadi Pembicara Kunci pada World Culture Forum yang diselenggarakan Kemendikbud dan UNESCO di Bali.

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In