Pelataran Puisi
Aku duduk berlatarkan puisi
Dengan retorika yang membawaku
Terbang menuju air terjun
Biru membalut warna
Di atasnya mengambang kecintaan
Yang terus menyejukkan
Koma dan titik
Kuseduh
Manis dan pahit
Aku masukkan
Di sela-sela kata
Meskipun kadang
Aku terhenti dan tersesat oleh
Cerita yang terhampar
Aku buka selembar demi selembar
Yang tersisa dari
Percakapan kita
Tadi malam
Purwokerto, 4 Mei 2023
Aku tak Bisa Menulis
Aku tak bisa menulis
Dari sebuah puisi yang terbaca
Oleh dedaunan jatuh
Atau orang-orang berlabuh di dermaga
Aku tak bisa menulis
Dari suara-suara yang tersirat
Jauh di atas langit
Atau jauh di bawah tanah
Aku tak bisa menulis
Dari bait-bait lagu yang beraroma
Kisah susah senang
Namun aku bisa menulis
Dari doa-doa yang bertebaran di bumi
Langit dipenuhi olehnya
Purwokerto, 25 Mei 2023
Selepas Tukar Kata Tadi Malam
Hembusan angin
Mengusir lelah
Tarikan napasku
Mengusir segala penat
Aku bercerita tentang sosok pria
Berjalan di tepian pantai
Yang darinya aku sadar
Bahwa lembayung akan pergi
Saat malam menyapa lagi
Darinya aku tak memaksa
Kau duduk di perjamuanku
Karena mungkin jamuanku
Kurang indah saat perapian malam
Kita mulai
Duhai mata yang indah aku pandangi
Aku kirim merpati putih
Menemani jejak hari-harimu
Purwokerto, 4 Juni 2023
Rembulan
Ada sejenak rindu dari insan
Yang datang di kala rapuh dan peluh menyelimuti
Derai air mata meluncur bersama butiran doa-doa
Menggapai kesunyian di ujung ruang-ruang kosong
Yang tak lain rumah yang berpondasikan takwa
Kedungbanteng, 27 Mei 2023
Ombak Rindu
Jejak langkah kini
Membawaku pergi dari tatapmu
Senja yang nyata setiap harinya
Ikut menyelinap menjadi malam-malam tanpa kawan
Ombak menarikku
Tenggelam dalam lautan
Hingga kutercabik-cabik oleh waktu
Kedungbanteng, 27 Mei 2023
Perempuan
Aku tidak tahu perempuan
Tubuh-tubuh mereka berbalut dengan kebohongan
Manisnya kehidupan hanyalah tipuan semata
Baju-baju dan sepatu hanyalah pengikat dan pijakan
Lalu, apa istimewanya?
Di seberang lensa matanya
Berdiri darah yang mengalir indah
Dibuainya, dirawatnya hingga menjadi manusia
Bahkan, jika kau berlari sampai ujung dunia
Berlian yang akan dihidangkan takkan jumpa
Dihamparan pupuk kehidupan berirama cerita, suka, dan duka
Meski kadang sorak suara memporak-porandakan keteguhannya
Pijakan kakinya tak pernah sampai pada menara-menara
Tapi kehidupannya yang kacau mampu menghidupkan kertas-kertas putih
Bertuliskan sebuah mimpi dan harapan
Purwokerto, 12 Mei 2023
Umi Kulsum binti Jaenudin, berasal dari Garut, Jawa Barat. Sekarang, dia sedang menempuh Pendidikan S1, Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD). Dia turut aktif di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) IAIN Purwokerto. Selain itu, dia aktif juga di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Tarbiyah Komisariat Walisongo UIN SAIZU. Karyanya dimuat di buku kumpulan cerpen tiga paragraf “Secangkir Kopi di Pagi Hari” yang berjudul “Pangeran Impian” dan dimuat di Buku Antologi Lomba cerpen “Sahabat Bersama Sampai Syurga”.