Perempuan yang Bersenandung Kidung Serayu
Suara rembulan tenggelam di balik asap pengintaian
Ia mengalun rendah
sambil terus melirik ke sudut perapian
mawarnya jatuh di atas tatapanku
kemudian menghilang
kelopak rasa menerawang nadanada
Lalu jemari kanan yang memegang erat janji
membuat bibirnya bergetar
tak kuasa syairsyair keinginan
meluap serupa serayu di denting kedatangan kereta
kau kah itu?
yang tunduk menanti datang pergi
Seorang perempuan melantunkan doa-doa masa mudanya.
Memipikan Nirwana
Kau rayu selatan
Kulayu utara
Ramai kita berdekat-dekapan
Tak kunjung pula merasa
Bagaimana kau kata
Meski telah kuterpa
Namun kau terka
Wajah berpura
Rasanya
Belantara menjelma mesra
Menyimpan Rahwana
Yang tanpa Sinta
Tanpa sapa
Tanpa tahu
Mana sukma
luka terlukis Rama
Apa Mungkin?
Di rumah ini, sesekali pernah
pepohonan kau tanam
selagi aku khusyuk
untuk menawan cahaya bulan
Serupa akar-akar belukar
Tuhan pun menakar
Cintacinta kita sesuai kadar
tanpa pernah
tertukar
Meskipun harus aku
yang dengan samar-samar
benihnya tak pernah kau sirami
kini menjadi suar
Duduk Perkara
Kita adalah kursi
di ruang sama
yang duduk tanpa berkata-kata
ketika kutuliskan namamu di atas meja
kau hapuskan saja
tanpa tunggu keringnya tinta
Kemudian lampu menyala
jadilah dua bayang-bayang rasa
tanpa jejak kaki
maupun suara
surat yang benar-benar terlambat itu
terbaca olehku berulang kali
berharap suatu hari, kau datang
membaca puisi yang kugores dengan air mata.
Kau
Kau adalah hujan
yang kutelan secara perlahan
Kau adalah angin
yang kuucap tanpa suara
yang kuusap tanpa menyentuh
Setelah kuikat sayumu di ujung lidah
kubisikkan saja sunyi-sunyi robekan tawa
kemudian huruf-huruf melupa
mencari makna di tubuhmu
yang terus saja menjauh
Kau adalah mantra
yang kupahat di mimpi mata terbuka
sekalipun terlelap
masih, kau saja
Empat Mata
Kaca-kaca pecah
Mata-mata buncah
Kalimatnya melompati huruf
ke bingkai waktu yang membingungkan
Kau berjalan
membaca langit yang patah
turun ke bawah
sebagai muhasabah
tapi tawa-tawa menguap
uap-uap tertawa
uap tawa tertegun
gadis anggun tengah menenun
pagi senja malam berembun
RIWAYAT PENYAIR

Rafli Adi Nugroho lahir di Banyumas 7 Juli 2001. Penulis merupakan mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Jenderal Soedirman dan Relawan Pustaka di Rumah Kreatif Wadas Kelir. Karya berupa artikel dan puisi telah publish di media cetak dan online.