D. Zawawi Imron merupakan salah satu penyair Indonesia kelahiran batang, 1 Januari 1945. Karir kepenyairannya di antaranya beliau pernah mendapatkan banyak penghargaan yaitu Juara pertama sayembara menulis puisi AN-TV pada tahun 1995, penghargaan dari Yayasan Buku Utama untuk buku kumpulan puisinya Nenek Moyangku Air Mata pada tahun 1985, penghargaan dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa untuk kumpulan puisi Nenek Moyangku Air Mata dan Celurit Emas pada tahun 1990, penghargaan The S.E.A Write Award di Bangkok, Thailand pada tahun 2012, penghargaan sebagai tokoh berjasa di bidang kebudayaan dari Presiden Joko Widodo pada tahun 2018, penghargaan Achmad Bakrie Awards pada tahun 2024. Dan masih banyak lagi penghargaan yang telah di dapat oleh beliau. Hal tersebut membuktikan karir beliau dalam dunia kepenyairan.
Puisi dan karya beliau bisa dinikmati dalam bentuk buku atau di beberapa website. Adapun karya beliau yang sudah di terbitkan yaitu Semerbak Mayang (1977), Madura Akulah Lautmu (1978), Celurit Emas (1980), Bulan Tertusuk Ilalang (1982), Raden Sagoro (1984), Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996), Derap-Derap Tasbih (1993), Berlayar di Pamor Badik (1994), Laut-Mu Tak Habis Gelombang (1996), Madura Akulah Darahmu (2005).
Buku yang berjudul kumpulan puisi kelenjar laut ini di buka dengan esai identitas dan dibuka dengan puisi pertama dalam buku ini berjudul kelenjar pagi, puisi ini memiliki makna mendalam tentang sudut pandang terhdap kehidupan. Di puisinya yang lain D. Zawawi Imron menerangkan makna kehidupan, syukur, keteguhan hidup, dan pemaknaan mendalam terhadap rasa sulit. Di sini D. Zawawi Imron membawa pembaca untuk menyelami kehidupan dari sisi spiritual yang lebih luas. Seperti puisi yang berjudul:
NYANYIAN TOBAT
Mandi di laut Istigfar, bukan teluk
Dan bukan Samudra
Tirulah kearifan bumi
Yang rela diinjak dan dikencingin
Tak mudah menafsirkan bumi, tapi tak sulit
Asalkan tak punya angan-angan belit:
Ke hulu bersampang pencalan
Ke hilir berakit-rakit
Di laut pasti pasti ada gendering yang ditabuh ekor cakalang
Ikan-ikan telanjang tidak berdosa
Cumi-cumi telanjang dan tidak berdosa
Alhamdulillah, aku tidak telanjang
Dosa-dosa kusembunyikan di karang-karang
Astagfirullah, ada hutan lebat dalam angan-anganku
Hutan subur di tepi-tepi Sungai syarafku
Astagfirullah pisau Astagfirullah peluru
Alhamdulillah,
Untung aku masih sempat mengukir nama-Mu
Puisi yang berjudul Nyanyian Tobat adalah satu puisi yang memiliki makna yang mendalam, terdapat inti sari karakter manusia dalam kehidupan. Mandi di laut istigfar di maknai sebagai taubat manusia kepada tuhan melalui istigfar fil lisani, istigfar fil badani, dan istigfar melalui sikap.
Kata istigfar yang di maksud adalah melebur kesalahan dan dosa manusia, dan diakhir bait itu makna dari untung aku masih sempat mengukir nama-mu rasa Syukur saat masih bisa bersujud pada Allah.
RIWAYAT PENULIS

Umi Kulsum binti Jaenudin, berasal dari Garut, Jawa Barat. Sekarang, dia sedang menempuh Pendidikan S1, Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD). Dia turut aktif di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) IAIN Purwokerto. Selain itu, dia aktif juga di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Tarbiyah Komisariat Walisongo UIN SAIZU. Karyanya dimuat di buku kumpulan cerpen tiga paragraf “Secangkir Kopi di Pagi Hari” yang berjudul “Pangeran Impian” dan dimuat di Buku Antologi Lomba cerpen “Sahabat Bersama Sampai Syurga”.