Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-puisi Bayu Suta Wardianto

Admin by Admin
22 Juli 2025
0
Puisi-puisi Bayu Suta Wardianto
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

 

Di Sepanjang Jalan Bitung—Cikupa

di sepanjang jalan Bitung—Cikupa,

orang-orang berangkat dengan wajah setengah hidup,

menyimpan mimpi di saku jaket,

dan pulang dengan mata yang lelah

memandang rumah seperti halte—

tempat singgah, bukan tinggal.

senja tak lagi sempat mampir,

terjebak macet bersama doa-doa para pekerja kasar

yang tersendat di antara klakson dan kenangan tanggal muda.

asap knalpot mengejar langit,

menghitamkan bayangan rumah yang tak sempat disapa.

orang-orang pulang tanpa benar-benar pulang,

tersesat dalam angka dan jam kerja

yang tumbuh seperti gulma di kalender.

azan berkumandang,

tapi kalah nyaring

dari rem mendadak dan mesin yang letih.

suara Tuhan menjadi bisik

di telinga yang terlalu sibuk

menghitung bensin dan sisa-sisa gaji.

di sepanjang jalan Bitung—Cikupa,

sebuah jalan singkat yang menjadi panjang,

tapi lebih panjang lagi,

kesepian dan keterasingan yang dibawanya.

di sepanjang jalan Bitung—Cikupa,

zikir tinggal tersisa huruf-hurufnya,

dengung ditinggal debu oleh

tubuh yang tak tahu

sedang menuju rumah

atau menjauh dari-Nya.

 

 

Sabtu

rintik air mengigil di atap-atap langit

orang-orang berjaket

menyembunyikan segala apa

menyimpan segala apa

menutup segala apa

seorang anak kecil duduk

di seberang tempat pengisian bensin

ditatapnya orang-orang berjaket

matanya meruncing bagai rolet

wajah-wajah semakin membulat

angin mengusap sela-sela leher

seorang anak kecil yang duduk

di seberang tempat pengisian bensin

kesepiannya mengabur

terbawa mobil yang melintas

terikat motor yang melesat

atau pergi perlahan ditarik sepeda

rintik air jatuh di atap-atap

di gigir-gigir gedung

di jalan-jalan

orang-orang berjaket berjalan bergesa

meninggalkan apa-apa

menutupi apa-apa

Purwokerto Utara, 9/3/24

 

 

Di Sepanjang Jalan Tugu Purwokerto

di sepanjang jalan Tugu Purwokerto

kendaraan mendesah pelan,

asap knalpot berbaur gugur daun yang menua.

di bawah pohon tua, lelaki itu terlelap,

bersama becaknya yang tak lagi ditanya arah.

langit senja menumpahkan cahaya muram,

menyusup celah ranting, menyentuh pipinya yang renta.

ia tidak menunggu, tidak pula berharap—

sebab waktu baginya adalah jalan pulang yang tak pernah tiba.

anak-anak pulang sekolah dengan sisa tawa,

para pekerja mengejar rumah dalam langkah tergesa.

tapi ia diam, seperti batu di tengah arus,

mendengar suara kota dari balik mimpi yang panjang.

logika menyebutnya keterasingan,

rohani menyebutnya takdir dalam diam.

sedang seorang pejalan menyebutnya

laki-laki yang masih setia pada jalan yang tak lagi ditapaki zaman.

dan pohon itu,

diam-diam masih menjatuhkan daunnya satu per satu,

seolah ikut bertanya:

berapa senja lagi yang bisa ia peluk?

Tugu Purwokerto, Mei 2025

 

 

Agustus 2024

sejak saat daun itu jatuh ke tanah

kunang-kunang membisikkan doa-doa penenang bagi anak-anak tua

pohon-pohon menggesekkan rerantingnya kepada angin

daun-daun kering merangas, daun-daun muda bertumbuhan

orang-orang tidur dengan tenang dan gelisah

sejak saat daun itu jatuh ke tanah

tak ada penghalang bagi selatan dan utara

angin meniup menembus kelebatan kabut

rinai mengantarnya menuju malam yang semakin pekat

lampu-lampu jalan mengantarnya pada rona rembulan yang tak nampak

sejak saat daun itu jatuh ke tanah

bambu-bambu berjejer memanjang dalam satu celah tanah yang terbuka

kutanam tadebuya merah muda di antara sela-sela rumpun itu

tangan-tangan mulai menengadah

allahummagh firlaha

 

 

Aku Tak Ingin Anakku Menulis Puisi

aku tak ingin anakku menulis puisi

yang aku inginkan, ia menulis cerita-cerita kesedihannya

dan membaginya pada deru ombak di samudera,

pada rimbun hutan-hutan, atau pada terjal puncak-puncak gunung

aku tak ingin anakku menulis puisi

aku lebih suka, ia menuliskan kisah-kisah kegembiraanya

dan memberikannya pada pedagang-pedagang kecil di pasar,

anak-anak di depan toko roti,

atau pada orang-orang dewasa yang sayu sepulang kerja

aku tak ingin anakku menulis puisi

syair-syair, lirik-lirik, jargon-jargon, dan kutipan tokoh

yang terdengar naif menyebalkan

aku lebih senang, ia mengemasinya melewati perjalanan panjang

bersama langit yang dilewati doa dan cinta

sampai akhirnya anakku menyadari:

ada yang kembali hidup di dalamnya

Kranji, 15 Maret 2025

 

Riwayat Penyair

Bayu Suta Wardianto, lahir di desa bernama Tegalwangi, Tegal, Jawa Tengah, 18 Maret 1998.  “Suta” adalah anak kedua dari tiga bersaudara, hasil dari pernikahan Drs. Aming Siswanto dan Suharti. Ia menempuh pendidikan formalnya selama 16 tahun di Banten. Setelah mendapat ijazah dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, ia kemudian berlabuh di Purwokerto untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Proses kreatif bersastranya dimulai sejak bangku kuliah ketika mengenal Arip Senjaya, Herwan Fr, dan Firman Venayaksa. Namanya tercatat di buku antologi bersama Gol A Gong dalam Kumpulan Puisi Penyair Banten “Cinta yang Menangis Cinta yang Berduka”. Buku puisi pertamanya berjudul “Tuhan, Aku Tersesat” menjadi top 10 se-Nasional dalam ajang Pekan Literasi Bank Indonesia Purwokerto. Buku kedua yang ia tulis berupa kumpulan cerita pendek yang berjudul “Perempuan yang Terjerat Kursi Taman.” Kumpulan Puisi “Pada Suatu Musim yang Baru” merupakan buku puisi kedua yang ia tulis.

Tulisan-tulisannya termuat diberbagai media cetak maupun online. Beragam esai dan artikelnya antara lain dimuat di Badan Bahasa Kemendikbud, Koran Radar Banyumas, Media Maarif NU Jawa Tengah, Bidik Utama, Suara Dewantara, Buletin Orange, dll. Puisi-puisi dan cerpennya pernah dimuat di Beranda.co,
Ngewiyak.co, SKSP-literary, dll. Sejumlah artikel ilmihanya dimuat di jurnal nasional dan internasional.

Selain menjadi pejalan dan pelajar, penulis bekerja serabutan sebagai pekerja teks serta pengecer kata-kata di Rumah Kreatif Wadas Kelir dan menjadi
bagian kecil dari Lembaga Kajian Nusantara Raya UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri.

Penulis bisa dihubungi melalui email: bayusutawr@gmail.com, media sosial Instagramya: @suta_sartika, dan blogspot miliknya, www.tulisansuta.blogspot.com.

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In