Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Cerpen

Menghabisi Seno di Hari Kemerdekaan

Admin by Admin
27 Agustus 2025
0
Menghabisi Seno di Hari Kemerdekaan
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

(Tania Rahayu)

Pagi ini aku tertegun. Mas Surya, suamiku, matanya membelalak. Kaos partai yang ia kenakan sudah penuh dengan darah di mana-mana. Keringat sebesar jagung mengucur di sekujur tubuhnya. Dengan sebilah pisau , ia memotong kepala Seno dan mengiris-iris paha dan kakinya. Suamiku terlihat geram tapi terlihat matanya memerah dan sedikit meneteskan air mata. Berulang kali ia berucap Matilah kau, Seno. Kau sudah memeras habis uangku.

“Mas? Ada apa denganmu” Aku segera menghampiri suamiku dan mendaratkan kedua telapak tanganku di pipinya yang penuh keringat.

“Menyingkirlah cah ayu. Ini urusan lelaki. Jangan sampai wajah cantik dan baju indahmu terkena noda. Aku tak sudi lagi mengurusi tingkahnya yang sudah diluar batas. Tega-teganya dia menghabisi seluruh harta bendaku”   

Tanganku terlepas dari pipi Mas Surya. Ini adalah kali pertama aku melihat suamiku begitu marah. Aku ngeri melihat betapa beraninya suamiku mencabik-cabik Seno. Aku tidak pernah menyangka, suamiku yang lembut, tenang dan penurut akhirnya bisa memuncakkan kemarahan yang begitu hebatnya. Aku kira mungkin Seno memang sudah keterlaluan. 

Semalam di ranjang tidur kami, suamiku tidak kunjung memejamkan mata. Dia menatap langit-langit kamar hingga tak sempat lagi membelai-belai rambutku seperti biasanya sampai aku tertidur. Sembari sayup-sayup menutup mata aku mendengar dia mengeluhkan banyak hal.

“Bagaimana ini ya, Cah Ayu?, di rapat RT selumbari, seperti biasa warga meminta kenduri kemerdekaan diselenggarakan seperti lagi.”    

Meski penuh dengan kantuk, aku tetap mencoba menyahut suamiku.

“Hm.. Ya selenggarakan saja lah Mas, kenduri kemerdekaan itu kan acara yang menyenangkan warga. Kamu sendiri bukannya dulu sebelum menjadi RT sangat bersemangat untuk menyelenggarakan ini setiap tahun Mas?”

“Iya betul sayangku, aku sangat senang menyelenggarakan ini. Tapi sejak di PHK kita kan sangat mengirit. Di tahun-tahun sebelumnya kita selalu menyumbang setidaknya dua kambing guling untuk dimakan bersama dengan warga. Aku sudah mulai memikirkan kalau tahun ini kita pasti sulit untuk menyumbang kambing guling. Lah untuk makan sendiri saja kita berganti-gantian makan telur, tahu, tempe setiap hari” 

“Ya sudah, berarti tahun ini kita absen saja dulu, Masku”

“Halah itulah masalahnya. Setelah gagal menjadi RT, Pak Janu sangat sensi kepadaku. Dia berulang kali mengejekku, perayaan tahun ini tidak akan meriah karena aku sudah di PHK dari perusahaan”

Meskipun suamiku selalu romantis kepadaku, semenjak PHK imbas dari Covid19 aku sudah jarang melihat ketenangan dan kelembutan darinya. Dia sering gelisah terutama menyoal uang. Betul memang kehidupan kami sangat sulit tanpa adanya uang. Tapi semua semakin terasa sulit melihat Mas Surya tidak bisa setenang dan sedewasa dahulu. Memang sedari masa pacaran, segala yang berkaitan dengan uang, Mas Surya selalu sensitif. Baginya sebagai laki-laki dia harus lebih siap memenuhi semua kebutuhanku sebagai pacar dan calon istrinya. Dia pasti sangat marah jika aku berniat membayar makanan yang kami pesan saat kencan atau membelikan tiket bioskop. Sekarang saat ia kesulitan mendapat uang sedangkan aku masih tetap bekerja dan  menghasilkan sedikit uang, Mas Surya jadi tidak terlalu romantis. Tentu bukan karena dia tidak menyayangiku, tapi karena dia selalu merasa malu menjadi lelaki yang tak berguna.

Seno adalah ayam jago kesayangan Mas Surya, persembahan istimewa dari ayahnya saat kami baru saja menikah. Konon Seno adalah ayam jago yang membawa keberuntungan. Mas Surya sangat menyayanginya, terlebih karena kami belum kunjung dikaruniai momongan. Sebelum Mas Surya bekerja di sebuah perusahaan besar ibu kota, Mas Surya memiliki sebuah bisnis peternakan ayam petelur. Kehadiran Seno entah mengapa selalu membawa keuntungan besar dalam usaha Mas Surya itu.

Sayangnya, Seno yang sekarang sangat berbeda dengan dulu. Seno dahulu sangat rajin mengelilingi dan berkokok di kandang-kandang ayam bersama Mas Surya, entah dengan aji-aji apa, kehadiran Seno selalu membuat para ayam petelur menetaskan banyak telur dan dengan kualitas yang tidak main-main. Anehnya telur-telur itu selalu berhasil menembus keuntungan yang fantastis. Akhirnya Mas Surya memiliki banyak karyawan untuk pengembangan usahanya dan disamping akhirnya Mas Surya juga bekerja di sebuah perusahaan besar penyedia telur berkualitas tinggi

Entah mulai sejak kapan Seno menjadi aneh. Dia selalu kabur setiap kali Mas Surya mengajaknya berkeliling mengecek dan mengawasi ayam-ayam petelur, Seno juga jadi lebih sering pergi ke komplek-komplek rumah untuk kawin dengan betina di kandang-kandang para warga sampai lupa waktu pulang.

Lebih parah lagi, agar mau berkokok dengan baik seperti biasa, kini Seno harus melahap pakan yang terhitung mewah dan bermacam-macam. Tapi karena kecintaannya terhadap Seno, Mas Surya selalu rela mengeluarkan uangnya untuk membeli pakan yang diinginkan Seno. Semula Seno cukup memakan dedak. Kini mulai dari Jangkrik, cacing, sampai jenis-jenis pakan modern yang mahal dibelinya untuk Seno.

Meskipun sudah diberi pakan terbaik, Seno semakin hari semakin menjadi, di hari saat dia harus berkeliling seperti biasa bersama Mas Surya dia malah duduk dan tertidur di kandangnya. Keadaan akhirnya semakin parah saat Mas Surya di PHK. Panen telur menurun dan berbagai beban tanggungan untuk karyawan dan peraawatan kandang serta kebutuhan lainnya melambung. Di saat seperti ini Mas Surya cukup jengkel dengan Seno, karena yang semula dia bekerja dengan baik dan membawa begitu banyak keberuntungan, kini hanya makan, tidur dan membuang kotorannya dimana-mana.

Puncaknya, setelah kehilangan banyak uang dan penghasilan, suatu hari saat kami baru sampai di rumah setelah Mas Surya menjemputku di tempatku bekerja, secara mendadak Seno melahap habis pakan yang akan diberikan kepada ayam-ayam petelur. Ia mengamuk, mengacak-acak kandang ayam petelur hingga membuat sebagian kandang rusak dan ayam-ayam kacau balau tidak karuan. Para karyawan sampai kewalahan mengurus Seno. Tidak ada satupun yang bisa mencegah tingkah anehnya.

Akhirnya Mas Surya memenjarakan Seno ke dalam sebuah kandang yang sudah dilengkapi dengan kunci yang aman. Kandang itu diletakan jauh dari kandang ayam petelur. Mas Surya meletakannya di belakang dapur kami. Di luar dugaan kami pagi dini hari tepat di hari kemerdekaan Mas Surya seperti biasa bangun lebih dulu untuk membuat kopi dan menilik ayam petelur di kandang.  Pagi itu hati Mas Surya sangat hancur. Entah bagaimana Seno bisa keluar dari kandang besi kuat yang dibuat khusus untuknya. Lagi-lagi ia mengacaukan semuanya. Beras di dapur habis di acak-acak dan dihabisinya. Perabot beling berjatuhan dimana-mana. Aku tidak terlalu mendengar kekacauan itu karena kamar kami berada di lantai atas sedang aku maish tertidur pulas.

Emosi Mas Surya bercampur aduk tidak karuan. Dia menangis melihat Seno, ayam kesayangannya sudah berubah, dia juga geram dan marah karena menyadari semua yang ia miliki telah raib demi mengurus kemauan Seno, ia lemas memikirkan kenyataan hidupnya yang begitu pahit. Mas Surya hanya terdiam di tengah kekacauan dan amukan aneh Seno.

Secara tiba-tiba seorang kakek tua berdiri di hadapan Mas Surya.

“Nak, Seno-mu yang dulu sudah tidak ada. Ia telah dirubah oleh seseorang. Ia hanya akan merepotkanmu dan menghabiskan semua harta bendamu. Ini waktu yang tepat untuk menyembelihnya”

Darah Mas Surya memanas. Ia sudah pusing memikirkan bagaimana caranya mendapat pekerjaan dan penghasilan lagi. Ia sudah pusing menghadapi kenyataan hidup bahwa semua hal menjadi mahal. Ia tak lagi mau menuruti kemauan binatang yang semakin tidak karuan. Dengan penuh keyakninan, Mas Seno meraih pisau dan menangkap seno lalu menyembelihnya tanpa ampun.

“Matilah kau Seno! Aku merdeka hari ini!”

Hari itu akhirnya Seno kami kubur. Semula aku berniat memasaknya menjadi opor, tapi Mas Seno melarangnya.

“Aku tidak sudi melahap daging seekor hewan yang sudah tega mengkhianatiku. Aku tidak sudi menikmati hewan yang sudah menyiksaku. Biarlah dia kukubur Cah Ayu”

Mata Mas Surya kosong. Aku bisa merasakan kehancuran dalam hatinya. Aku hanya bisa memeluk dengan hangat tubuhnya yang dingin. Satu kecup ciuman yang tersisa di antara kami. Hanya cinta yang kami miliki. Kami tidak kaya, kami tidak memiliki apa-apa. Di saat seperti ini entah kenapa tiba-tiba perutku seperti di aduk-aduk mual tidak karuan. Mas Surya panik, ia begitu khawatir denganku. Saat sibuk mengurusku yang secara mendadak mual, Mas Surya kembali melihat seorang kakek tua di jendela rumah.

“Nak, keberuntunganmu akan segera lahir”

Seketika mata Mas Surya berbinar. Aku belum mengetahui kenapa ia mendadak berseri-seri. Ia memelukku dengan begitu eratnya. Dengan tatapan yang penuh haru ia memandang wajahku dan berkali-kali menciumku.

“Jangan-jangan kamu hamil Cah Ayu”

Meski belum sepenuhnya meyakini itu, kami berdua kegirangan, melompat-lompat berbahagia. Ini adalah anugerah yang sudah lama kami nantikan. Benar saja setelah mengeceknya dengan alat uji kehamilan, ternyata aku hamil. Dengan lantang Mas Surya berteriak. Merdeka!!!.

Hari itu, Seno, Ayam jago yang sudah berubah telah. Demi kesejahteraan, demi kedamaian, dan demi kewarasan kami mungkin Seno sudah seharusnya mati. Hari itu juga anugerah baru lahir menjadi kemerdekaan besar untuk kami. Dan hari itu juga Mas Surya menyumbangkan sebagian besar ayam-ayam dan telur-telur peternakan untuk kenduri kemerdekaan Indonesia. Entah bagaimana nantinya, tapi kematian Seno jadi  awal dari kemerdekaan kami.

RIWAYAT PENULIS

TANIA RAHAYU, mahasiswi semester 7 Komunikasi dan Penyiaran Islam kelas B meraih Juara I Lomba Cipta dan Baca Puisi Tingkat Nasional, yang diselenggarakan oleh  UIN Sultan Thoha Saifuddin (UIN STS) Jambi, dan meraih Gold Medal dalam SEIBA International Festival di UIN Imam Bonjol Padang, tahun 2024. Tania Rahayu adalah anggota Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban di dalam Lembaga Kajian Nusantara Raya (LK Nura) UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto.

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In