(Muhammad Fathan Al Kubro)
Era digital saat ini bukanlah era di mana segala sesuatu dapat dilakukan dengan mudah dan tanpa tantangan. Meskipun kemajuan teknologi telah membawa banyak perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, kita perlu mempertimbangkan pendekatan yang lebih praktis dan inovatif dalam proses belajar mengajar. Salah satu contoh yang menarik adalah penggunaan sistem pembelajaran berbasis Lego. Lego, yang telah menjadi favorit di kalangan anak-anak, dapat dirancang dengan mekanisme mekanikal yang memungkinkan anak-anak untuk belajar dengan cara yang lebih interaktif dan menyenangkan. Dengan adanya sistem komputerisasi atau chip yang dapat menggerakkan Lego, anak-anak tidak hanya belajar tentang konstruksi dan desain, tetapi juga tentang pemrograman dan logika, yang merupakan keterampilan penting di era digital ini.
Namun, dalam konteks pendidikan digital, sering kali kita melihat bahwa yang harus beradaptasi dengan teknologi adalah murid, bukan guru. Hal ini menyebabkan kurangnya saringan dalam penggunaan internet, yang mengakibatkan anak-anak terpapar pada berbagai anomali yang tidak seharusnya mereka kenal. Dalam dunia yang semakin terhubung ini, anak-anak memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi, tetapi tidak semua informasi tersebut bermanfaat atau sesuai untuk mereka. Tantangan terbesar dalam pendidikan di era digital adalah pemikiran guru yang sempit terhadap konsep “Digital” itu sendiri. Banyak guru yang belum sepenuhnya memahami bagaimana memanfaatkan teknologi untuk mendukung proses belajar mengajar, sehingga mereka kesulitan dalam mengintegrasikan alat digital ke dalam kurikulum yang ada.
Ada kesadaran yang kurang di kalangan pendidik bahwa anak-anak adalah “kertas kosong” yang perlu diisi dengan pengetahuan dan pengalaman. Ketika anak-anak menghabiskan waktu berlebihan dengan gadget, sering kali mereka disalahkan. Padahal, dalam proses pembelajaran, mereka juga lebih banyak disuguhkan dengan gadget. Ini menciptakan paradoks di mana anak-anak terjebak dalam penggunaan teknologi yang berlebihan, sementara mereka tidak mendapatkan bimbingan yang tepat dari guru. Pertanyaannya adalah, siapa yang seharusnya disalahkan? Apakah murid atau guru? Apakah pemahaman guru tentang pendidikan di era digital sudah benar? Ini adalah pertanyaan penting yang perlu dijawab agar kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik.
Penting untuk dipahami bahwa pendidikan yang ideal tidak hanya berbasis digital. Pendidikan konvensional pun masih relevan dan memiliki tempatnya dalam sistem pendidikan kita. Metode pembelajaran tradisional, seperti diskusi, presentasi, dan pembelajaran berbasis proyek, tetap memiliki nilai yang tinggi dalam membentuk karakter dan keterampilan sosial anak. Namun, sering kali pendidikan konvensional dikesampingkan dan digantikan dengan pendidikan digital, karena guru tidak mengetahui porsi digital yang seharusnya diterapkan dalam pembelajaran. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam pendekatan pendidikan, di mana anak-anak tidak mendapatkan pengalaman belajar yang holistik.
Anak-anak tidak dapat disalahkan atas hasil pembelajaran mereka, karena mereka adalah produk dari sistem yang ada. Jika sistem pendidikan tidak mampu memberikan bimbingan yang tepat, maka hasil yang diharapkan pun sulit tercapai. Guru perlu memahami model digital yang berbahaya dalam jangka panjang, serta yang baik untuk perkembangan anak. Contoh bahaya dari penggunaan alat digital yang berlebihan adalah ketergantungan, di mana anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton konten yang tidak mendidik, seperti video yang tidak relevan atau permainan yang tidak mendidik. Sebaliknya, contoh yang baik adalah ketika guru dapat mengelola sistem di dalam kelas dengan cara yang hanya mengembangkan motorik halus anak tanpa melibatkan mereka secara berlebihan dengan teknologi. Dalam hal ini, digital seharusnya diposisikan sebagai alat bantu, bukan sebagai fokus utama dalam pembelajaran di kelas.
Pembelajaran di era digital pada dasarnya tidak melibatkan siswa secara langsung dengan alat-alat elektronik, karena hal ini dapat menimbulkan ketergantungan terhadap gadget atau barang-barang elektronik di luar sekolah. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menciptakan keseimbangan antara pendidikan digital dan konvensional, agar anak-anak dapat belajar dengan cara yang sehat dan produktif. Kita perlu mengembangkan kurikulum yang mengintegrasikan teknologi dengan bijak, sehingga anak-anak tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga menjadi pencipta dan inovator. Dengan pendekatan yang tepat, kita dapat mempersiapkan generasi mendatang untuk menghadapi tantangan di era digital dengan keterampilan dan pengetahuan yang memadai.
Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pendidikan di era digital adalah bagaimana cara guru mengelola penggunaan teknologi di dalam kelas. Guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif, di mana teknologi digunakan sebagai alat bantu untuk meningkatkan pemahaman siswa, bukan sebagai pengalih perhatian. Misalnya, dalam pembelajaran sains, guru dapat menggunakan simulasi digital untuk menjelaskan konsep-konsep yang sulit dipahami. Dengan cara ini, siswa dapat melihat langsung bagaimana teori-teori tersebut diterapkan dalam praktik, sehingga mereka lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
Penggunaan teknologi dalam pendidikan juga harus disertai dengan pengawasan yang ketat. Guru perlu memberikan batasan yang jelas mengenai waktu dan cara penggunaan gadget di dalam kelas. Hal ini penting untuk mencegah siswa terjebak dalam penggunaan teknologi yang tidak produktif. Selain itu, guru juga harus memberikan pemahaman kepada siswa tentang etika penggunaan teknologi, termasuk bagaimana cara mencari informasi yang benar dan bertanggung jawab dalam berinteraksi di dunia maya.
Di sisi lain, orang tua juga memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pendidikan anak di era digital. Mereka perlu terlibat aktif dalam proses belajar anak, baik di rumah maupun di sekolah. Orang tua harus memberikan dukungan moral dan motivasi kepada anak-anak mereka, serta membantu mereka mengatur waktu penggunaan gadget. Dengan cara ini, anak-anak dapat belajar untuk mengelola waktu mereka dengan baik dan tidak terjebak dalam ketergantungan terhadap teknologi.
Selain itu, masyarakat juga harus berperan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pendidikan digital. Misalnya, pemerintah dapat menyediakan akses yang lebih baik terhadap teknologi dan internet di sekolah-sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil. Dengan adanya akses yang lebih baik, siswa dapat memanfaatkan teknologi untuk belajar dengan lebih efektif. Selain itu, masyarakat juga dapat berkontribusi dengan menyediakan pelatihan bagi guru dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran.
Pendidikan di era digital juga harus memperhatikan keberagaman siswa. Setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda-beda, dan guru perlu memahami hal ini agar dapat memberikan pendekatan yang sesuai. Misalnya, ada siswa yang lebih mudah memahami materi melalui visual, sementara yang lain lebih suka belajar melalui praktik langsung. Dengan memahami perbedaan ini, guru dapat menciptakan metode pembelajaran yang lebih inklusif dan efektif.
Penting juga untuk mengembangkan keterampilan sosial dan emosional siswa. Di era digital, interaksi sosial sering kali terjadi melalui layar, yang dapat mengurangi kemampuan anak untuk berkomunikasi secara langsung. Oleh karena itu, pendidikan harus mencakup pengembangan keterampilan sosial, seperti kemampuan berkolaborasi, berkomunikasi, dan menyelesaikan konflik. Keterampilan ini sangat penting untuk membantu anak-anak beradaptasi dengan baik di lingkungan sosial mereka.
Kita harus menyadari bahwa pendidikan di era digital adalah proses yang terus berkembang. Teknologi akan terus berubah dan berkembang, dan kita perlu siap untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi guru, orang tua, dan masyarakat untuk terus belajar dan mengembangkan diri agar dapat memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak kita. Dengan pendekatan yang tepat, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara teknologi, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan keterampilan sosial yang baik. Dengan demikian, pendidikan di era digital harus menjadi suatu proses yang holistik, di mana teknologi digunakan sebagai alat untuk mendukung pembelajaran, bukan sebagai pengganti interaksi manusia. Kita perlu menciptakan lingkungan belajar yang seimbang, di mana anak-anak dapat belajar dengan cara yang sehat dan produktif, serta mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan di masa depan. Dengan kolaborasi yang baik antara semua pihak, kita dapat memastikan bahwa pendidikan di era digital dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi generasi mendatang.
RIWAYAT PENULIS
Muhammad Fathan Al Kubro lahir pada tanggal 7 Mei 2002, Fathan lahir di Purworejo, tumbuh besar di jakarta. Dia mulai menguasai kedalaman ilmunya saat di bangku sekolah menengah pertama sampai akhirnya bisa lulus dan tamat dari sekolah menengah atas yaitu di Boarding School Daaruttaqwa, Cibinong, Bogor pada tahun 2020. Ia melanjutkan jenjang sekolahnya ke perguruan tinggi negri di daerah Purwokerto, salah satu yang terbaik di karesidenan Banyumas Raya yaitu UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto.
Selama ia bersekolah di perguruan tinggi, ia banyak berkontribusi dalam banyak lembaga dan organisasi. Saat berkhidmat dalam lingkungan himpunan program studi dia diamanahi menjadi wakil ketua yang berfokus pada hubungan eksternal pada tahun 2022-2023, sekaligus berkhidmat dalam organisasi ITHLA yaitu organisasi perkumpulan mahasiswa bahasa arab se-Indonesia. Tidak banyak sebatas itu, Fathan melanjutkan khidmatnya sebagai ketua umum salah satu partai mahasiswa yang berada di UIN saizu yaitu Partai Daulah Demokrasi Bergerak (PD2B) pada tahun 2023-2024, sekaligus menjadi senat mahasiswa UIN saizu menjadi anggota komisi C (bidang pengawasan).
Setelah itu semua sudah terlewat Fathan mulai fokus kebidang penulisan mulai dari esay, puisi dan artikel. LK Nura adalah pilihan terbaik bagi Muhammad Fathan Al Kubro untuk mendalami berkarya lewat sastra, sampai ia telah mempublish 2 artikel berbahasa inggris dan 1 artikel jurnal. Sekarang Fathan adalah mahasiswa akhir pendidikan bahasa arab, hidup dan berkembang di Rumah Kreatif Wadas kelir.