Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Esai

Perihal Kemandirian Anak Usia Dini

Admin by Admin
2 September 2025
0
Perihal Kemandirian Anak Usia Dini
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

Ada hal menarik yang bisa kita lihat ketika jam masuk sekolah di lembaga pendidikan anak usia dini. Bapak ibu mengantar anak-anaknya. Kakek nenek mengantar cucu-cucunya. Paman bibi mengantar ponakan-ponakannya. Kakak-kakak mengantar adik-adiknya. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran keluarga dalam pendidikan anak juga meliputi kehadiran ketika awal anak memasuki gerbang sekolah. Namun, satu hal yang seringkali saya temukan di sekolah-sekolah, adalah adanya satu dua anak yang tidak mau ditinggal oleh orang tuanya. Ketika orang tua memutuskan pulang, anak akan tantrum dan tidak mau masuk kelas. Tak jarang akhirnya orang tua menunggui bahkan masuk ke dalam kelas.

Melihat fenomena ini, saya teringat masa kecil saya. Saya tumbuh bersama kakek nenek saya. Ketika masuk sekolah di taman kanak-kanak, saya selalu merasa takut akan ditinggal. Takut sendirian. Takut tidak bisa mendapat teman. Sehingga, saya pun seperti beberapa anak yang saya lihat di masa kini: tidak mau ditinggal oleh orang tua. Al hasil, kakek nenek saya seringkali menunggui saya, dan pulang diam-diam. Berakhir dengan saya yang menangis di dalam kelas.

Bagi sebagian orang, fenomena ini dianggap wajar. Anak kecil yang masih bergantung kepada orang tua adalah hal biasa, begitu juga dengan perasaan takut dan cemas ketika memasuki lingkungan baru. Namun, jika kita melihat lebih jauh, saat ini saya merasa bahwa fenomena ini bukan fenomena sederhana yang hanya berdampak pada masa kecil anak saja.  Perasaan ini bisa menjadi akar dari masalah yang lebih serius jika tidak ditangani dengan baik. Ketidakmampuan untuk melepaskan diri dari pengasuhan yang terlalu protektif bisa berdampak pada perkembangan kemandirian anak. Anak yang terbiasa bergantung pada orang tua atau pengasuhnya akan tumbuh menjadi pribadi yang ragu-ragu, tidak percaya diri, dan sulit menghadapi tantangan baru. Fenomena ini bahkan bisa terbawa hingga dewasa, di mana individu akan kesulitan dalam membangun kedekatan dengan orang lain atau sebaliknya, menjadi terlalu bergantung pada orang yang dicintai. Sikap ini menciptakan ketidakseimbangan emosi yang dapat menghambat perkembangan pribadi.

Kemandirian adalah keterampilan hidup yang sangat penting. Kemampuan untuk berdiri di atas kaki sendiri, mengambil keputusan, dan menghadapi tantangan dengan percaya diri adalah bekal berharga yang akan mendukung anak di masa depan. Namun, kemandirian tidak muncul begitu saja. Dibutuhkan peran aktif keluarga dan sekolah untuk menanamkan sikap ini sejak dini. Dalam konteks keluarga, pola asuh memainkan peran yang sangat besar. Orang tua yang terlalu protektif, meskipun dilandasi oleh rasa cinta dan kekhawatiran, sering kali tanpa sadar membatasi anak dalam mengeksplorasi dunia mereka. Ketika anak tidak diberi ruang untuk mencoba, gagal, dan belajar dari kesalahan, mereka akan tumbuh dengan perasaan takut dan ragu terhadap kemampuan mereka sendiri.

Di sisi lain, sekolah sebagai lingkungan kedua anak juga memegang peran penting dalam menumbuhkan kemandirian. Lembaga pendidikan anak usia dini tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar membaca, menulis, atau berhitung, tetapi juga sebagai tempat di mana anak-anak belajar berinteraksi, bekerja sama, dan menyelesaikan masalah sendiri. Guru memiliki peran untuk membimbing anak melewati masa transisi dari lingkungan keluarga ke lingkungan sosial yang lebih luas. Namun, sering kali, ketika anak menunjukkan tanda-tanda tidak siap, seperti menangis atau tantrum saat ditinggal orang tua, solusi yang diambil adalah membiarkan orang tua menunggui anak atau bahkan masuk ke dalam kelas. Pendekatan ini, meskipun tampak membantu dalam jangka pendek, justru menghambat proses adaptasi anak dan memperkuat ketergantungan mereka.

Lalu, bagaimana seharusnya keluarga dan sekolah bekerja sama dalam mengatasi fenomena ini? Kunci utamanya adalah komunikasi dan dukungan yang seimbang. Orang tua perlu memahami bahwa memberikan ruang kepada anak untuk belajar mandiri bukan berarti mengabaikan mereka. Justru, dengan mendorong anak untuk menghadapi situasi baru dan menenangkan diri tanpa kehadiran orang tua, anak akan belajar mengembangkan rasa percaya diri. Tentu saja, hal ini harus dilakukan secara bertahap. Sebelum memasuki lingkungan sekolah, orang tua bisa mulai membiasakan anak untuk berpisah dalam waktu singkat, seperti bermain di rumah teman atau dititipkan kepada anggota keluarga lain. Proses ini akan membantu anak memahami bahwa berpisah sementara tidak berarti kehilangan kasih sayang.

Di sekolah, guru dapat menerapkan pendekatan yang lebih proaktif. Ketika anak menunjukkan ketakutan atau kecemasan, guru bisa menjadi sosok yang mendampingi dan meyakinkan anak bahwa mereka aman di lingkungan sekolah. Dengan menciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan, anak akan merasa lebih nyaman dan perlahan-lahan berani melepaskan ketergantungan mereka. Selain itu, sekolah juga bisa melibatkan orang tua dalam program transisi, seperti sesi pengenalan sekolah bersama orang tua yang dilakukan secara bertahap. Dengan begitu, anak akan memiliki waktu untuk menyesuaikan diri sebelum akhirnya ditinggal di lingkungan yang baru.

Saya percaya bahwa setiap anak memiliki potensi untuk tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan percaya diri, asalkan mereka mendapat dukungan yang tepat dari lingkungan keluarga dan sekolah. Pengalaman masa kecil saya yang penuh ketakutan mungkin tidak sepenuhnya bisa saya lupakan, tetapi dari situlah saya belajar bahwa kemandirian adalah keterampilan yang harus diperjuangkan. Kita tidak bisa selalu melindungi anak dari rasa takut atau cemas, tetapi kita bisa membantu mereka memahami bahwa perasaan itu adalah bagian dari proses tumbuh dan belajar.

Pada akhirnya, peran keluarga dan sekolah bukan hanya sebatas mendampingi anak di gerbang sekolah atau menenangkan mereka saat menangis. Lebih dari itu, keduanya harus bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung anak untuk berani melangkah, mencoba, dan belajar menjadi pribadi yang mandiri.

RIWAYAT PENULIS

Suci Wulandari, lahir di Banyumas, 23 Mei 2000, lulusan Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini, UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Suci tergabung dalam komunitas Rumah Kreatif Wadas Kelir, menjadi tutor program Paket C PKBM Rumah Kreatif Wadas Kelir, tim desain, dan tim riset Rumah Kreatif Wadas Kelir. Suci juga tergabung dalam komunitas Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban, sebagai pengelola website dan toko buku LK Nura, aktif membantu kegiatan-kegiatan di Lembaga Kajian Nusantara Raya. Selain itu, Suci juga menyukai lukisan, puisi, dan musik. Beberapa karyanya bisa dikunjungi di: IG @nomadeenart, website sumurkeringkuuu.blogspot.com, dan telah terbit beberapa esai/ artikel di laman Badan Bahasa dan Prosiding Internasional serta Jurnal Terakreditasi. Motto hidup Suci adalah teruslah hidup dan beradaptasi dengan keadaan.

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In